Wisata Sejarah Seru di Tetebatu: Menyelami Masa Lalu di Kaki Rinjani

Biasanya kalau orang liburan ke Lombok, yang terlintas langsung adalah pantai-pantai eksotis, gili-gili cantik, atau Gunung Rinjani yang gagah. Tapi jujur aja, pengalaman paling mengesankan yang aku rasain justru bukan dari tempat yang mainstream itu — melainkan dari sebuah desa sejuk bernama Tetebatu, yang tersembunyi di kaki Rinjani.

Aku berangkat ke Tetebatu awalnya karena pengin “menghindar” sebentar dari keramaian. Tapi ternyata, selain alamnya yang bikin adem hati, desa ini juga menyimpan jejak sejarah dan budaya yang begitu hidup. Wisata sejarah di Tetebatu bukan soal melihat benda-benda tua aja, tapi benar-benar menyatu dalam kehidupan sehari-hari warganya.

Menyusuri Jalan-Jalan Desa Bernuansa Masa Lalu

Begitu sampai di Tetebatu, suasananya langsung terasa beda. Jalan setapak kecil, rumah-rumah kayu, dan sawah menghijau di kanan-kiri membuatku serasa masuk ke lorong waktu. Tidak banyak kendaraan berlalu lalang. Yang terdengar hanya suara alam: gemericik air irigasi, suara ayam, dan sesekali tawa anak-anak yang bermain di pematang sawah.

Waktu itu aku ditemani pemandu lokal yang ramah. Ia bercerita soal sejarah Tetebatu — dulunya desa ini jadi salah satu jalur perlintasan penting antara pesisir dan pegunungan. Orang-orang dulu sering singgah di sini sebelum lanjut ke kaki Rinjani untuk berdagang atau melakukan ritual. Beberapa rumah tua peninggalan era kolonial Belanda bahkan masih berdiri kokoh, walau sudah dirombak sedikit untuk menyesuaikan zaman.

Yang menarik, arsitektur rumah-rumah adat Sasak di sini masih dipertahankan. Atapnya dari alang-alang, dinding dari anyaman bambu, dan lantainya dari tanah liat. Bukan cuma sekadar dekorasi — semua itu masih digunakan warga sampai sekarang. Jadi, setiap langkahku di desa ini benar-benar terasa seperti menyentuh masa lalu yang masih hidup.

Jejak Spiritual di Tetebatu

Wisata sejarah di Tetebatu juga nggak bisa dilepaskan dari sisi spiritualnya. Banyak warga di sini yang masih menjalankan tradisi kepercayaan lokal warisan leluhur, yang berpadu dengan ajaran Islam. Salah satu tempat yang bikin aku kagum adalah Bale Beleq — sebuah bangunan kecil di tengah desa yang katanya jadi titik penting upacara adat.

Di sinilah biasanya digelar ritual-ritual penting, mulai dari penyambutan musim tanam, syukuran panen, sampai upacara bersih desa. Pemandu lokal bahkan bilang, beberapa benda pusaka kuno disimpan di sini dan hanya dikeluarkan di waktu-waktu tertentu. Rasanya mistis, tapi dalam arti yang positif. Seperti ada energi damai yang memancar dari tempat itu.

Aku juga sempat ikut nonton acara “pengajian adat” — semacam pengajian yang dikombinasikan dengan pertunjukan seni lokal seperti gendang beleq dan tembang Sasak. Di sanalah aku merasa, sejarah bukan cuma tentang masa lalu, tapi juga tentang bagaimana budaya dijaga agar tetap relevan dan bermakna sampai hari ini.

Air Terjun dan Saluran Irigasi Bersejarah

Tetebatu juga dikenal punya sistem irigasi kuno yang masih digunakan sampai sekarang. Namanya “pengaliran terasering”, yaitu sistem aliran air yang dialirkan dari pegunungan melewati saluran-saluran kecil buatan tangan nenek moyang. Saat aku jalan menyusuri pematang sawah, aku bisa lihat air mengalir tenang dari satu petak sawah ke petak lain dengan cara yang sangat efisien.

Warga setempat bilang, sistem ini sudah ada sejak ratusan tahun lalu dan jadi bukti kecerdasan masyarakat adat dalam mengelola alam. Ini juga alasan kenapa Tetebatu cocok banget buat kamu yang pengin merasakan liburan yang penuh nilai, bukan cuma pemandangan bagus.

Dan ngomongin pemandangan, nggak lengkap rasanya kalau nggak mampir ke Air Terjun Sarang Walet. Letaknya nggak jauh dari desa utama. Selain sejuk dan tenang, konon tempat ini dulunya jadi tempat bersembunyi para pejuang lokal dari kejaran tentara kolonial. Legenda itu masih hidup di antara warga dan kadang diceritakan sambil duduk di pinggir sungai, sambil ngopi.

Berkenalan dengan Pengrajin Lokal dan Warisan Budaya

Salah satu pengalaman paling membekas waktu wisata sejarah di Tetebatu adalah saat aku diajak mengunjungi rumah salah satu pengrajin anyaman bambu. Bapak tua itu bercerita panjang lebar soal teknik anyaman kuno yang sudah diwariskan turun-temurun. Mulai dari membuat dulang (nampan), keranjang, sampai dinding rumah dari bambu, semua dikerjakan manual.

Tapi yang paling aku kagumi, bukan cuma keterampilannya — tapi cara dia menceritakan sejarah di balik setiap benda. Misalnya, dulang itu dulunya hanya dipakai di acara tertentu. Bentuk dan motifnya pun menyimbolkan status sosial. Dari situ aku belajar bahwa benda sehari-hari di Tetebatu punya makna dan cerita panjang di belakangnya.

Aku juga sempat mampir ke rumah warga yang masih membuat kopi secara tradisional — dari menyangrai sampai menumbuk biji kopi menggunakan alat kayu. Rasanya… luar biasa. Tapi yang bikin makin nikmat adalah cerita yang menyertainya. Tentang bagaimana kopi di desa ini dulu jadi komoditas penting saat kolonialisme dan jadi simbol semangat warga melawan tekanan dari luar.

Kenapa Tetebatu Layak Masuk Daftar Destinasi Liburanmu?

Karena Tetebatu menawarkan pengalaman yang lengkap: alam, budaya, sejarah, spiritual, semuanya dalam satu tempat. Bukan cuma tempat buat foto-foto, tapi tempat buat belajar, merasakan, dan menyatu dengan kehidupan lokal yang masih sangat otentik.

Buat kamu yang cari alternatif dari keramaian wisata mainstream, Tetebatu bisa jadi pilihan sempurna. Banyak kok pilihan liburan di Lombok yang bisa mengajak kamu eksplor tempat ini secara menyeluruh. Mulai dari walking tour sejarah, wisata budaya, sampai menginap di homestay warga buat merasakan hidup ala desa.

Yang jelas, pengalaman di Tetebatu ini bikin aku pulang ke rumah dengan perspektif baru. Tentang bagaimana hidup sederhana bisa begitu bermakna, dan bagaimana sejarah bukan cuma disimpan di museum, tapi hidup bersama orang-orang yang masih menjaga nilai-nilainya sampai hari ini.